Hati-Hati Dalam Memberi Motivasi
Pada pagi hari yang cukup berawan, aku memacu sepeda motorku dengan agak khawatir. Aku melirik jam yang melingkar di tanganku, menunjukkan pukul 06.50 WIB. Aku pun melihat wajah seorang anak yang sedari tadi memegang pinggangku dengan kencang. Dia begitu tenang di belakangku, bahkan aku sempat mendengar celotehan lucu anak umur 5 tahun. Dia tidak mengerti bahwa dia akan telat masuk sekolah TK.
Jalanan di Jogja di sekitar pukul 7 memang sangat padat, dipenuhi anak-anak Jogja berseragam dan beberapa anak kuliahan. Selain itu juga tak kalah meramaikan jalanan adalah yang akan pergi mengais rejeki di Kota Pelajar ini.
Di sebuah perempatan aku terjebak lampu merah cukup lama. Angka yang terpampang menunjukkan 130. Dua menit lebih, pikirku. Di saat itu, buah hatiku yang sedari tadi tenang bertanya, "Bu, coba lihat nenek itu, dia sedang apa Bu?". Tangan Rara, nama anakku, menunjuk ke arah seorang nenek yang mengais kantong-kantong plastik yang terhanyut di parit sebelah jalan, tepat disamping aku menunggu lampu merah.
"Nenek itu sedang membersihkan parit Ra, dia bekerja mencari uang."
"Ouw gitu ya Bu, lantas kenapa anak-anaknya tidak membantu ya Bu? Kasian nenek itu,"
aku terdiam, berpikir sejenak, dan menjawab.
"Nah, makanya Rara sekolah yang rajin biar nanti tidak jadi seperti Nenek itu," Aku menjawab sekenanya. Mataku berkonsentrasi pada angka merah yang telah menunjukkan bahwa 20 detik lagi aku bisa melanjutkan perjalananku.
Rara kembali bergumam, "Kalau begitu aku tidak mau sekolah hari ini, aku mau menjadi seperti Nenek itu biar bisa membantunya membersihkan parit ini. Kata Ibu Guru di sekolah kan kita harus menjaga kebersihan."
Rara langsung turun dan menuju ke arah Nenek yang memulung sampah yang berserakan di parit.
Jalanan di Jogja di sekitar pukul 7 memang sangat padat, dipenuhi anak-anak Jogja berseragam dan beberapa anak kuliahan. Selain itu juga tak kalah meramaikan jalanan adalah yang akan pergi mengais rejeki di Kota Pelajar ini.
Di sebuah perempatan aku terjebak lampu merah cukup lama. Angka yang terpampang menunjukkan 130. Dua menit lebih, pikirku. Di saat itu, buah hatiku yang sedari tadi tenang bertanya, "Bu, coba lihat nenek itu, dia sedang apa Bu?". Tangan Rara, nama anakku, menunjuk ke arah seorang nenek yang mengais kantong-kantong plastik yang terhanyut di parit sebelah jalan, tepat disamping aku menunggu lampu merah.
"Nenek itu sedang membersihkan parit Ra, dia bekerja mencari uang."
"Ouw gitu ya Bu, lantas kenapa anak-anaknya tidak membantu ya Bu? Kasian nenek itu,"
aku terdiam, berpikir sejenak, dan menjawab.
"Nah, makanya Rara sekolah yang rajin biar nanti tidak jadi seperti Nenek itu," Aku menjawab sekenanya. Mataku berkonsentrasi pada angka merah yang telah menunjukkan bahwa 20 detik lagi aku bisa melanjutkan perjalananku.
Rara kembali bergumam, "Kalau begitu aku tidak mau sekolah hari ini, aku mau menjadi seperti Nenek itu biar bisa membantunya membersihkan parit ini. Kata Ibu Guru di sekolah kan kita harus menjaga kebersihan."
Rara langsung turun dan menuju ke arah Nenek yang memulung sampah yang berserakan di parit.
0 comments:
Posting Komentar